Anggota DPR dari daerah pemilihan Provinsi Kepulauan
Riau, Herlini Amran mengharapkan pemerintah memberikan suka politik
kepada warga Muslim Rohingya, Myanmar, yang saat ini menghuni Rumah
Detensi Imigrasi Pusat Tanjungpinang.
"Sangat memprihatinkan dan saya akan mengomunikasikannya dengan
teman-teman di DPR untuk mendesak pemerintah agar memberikan suaka
politik kepada saudara-saudara kita ini," kata Herlini saat mengunjungi
imigran Myanmar di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat Tanjungpinang,
Rabu.
Anggota Komisi IX DPR RI itu juga meminta kepada Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono untuk memberikan masukan kepada Badan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) tentang jalan keluar para pengungsi tersebut.
"Mereka dalam keadaan terzolimi dalam hal hak asasi manusia
(HAM)-nya, jadi Indonesia sebagai negara bermartabat bisa membelanya.
Tindakan terbaik harus dilakukan pemerintah," ujarnya.
Menurut dia, ketegasan pemerintah terhadap tindakan yang semena-mena terhadap kaum minoritas di Myanmar itu harus dilakukan.
"Bukan hanya untuk kaum muslim Rohingya di Myanmar, tetapi sebagai
bangsa dan negara yang bermartabat Indonesia harus tegas terhadap
tindakan itu," katanya.
Politisi PKS itu juga mendesak pemerintah bisa mengambil tindakan
langsung dan tegas terhadap aksi pembunuhan yang berlangsung pada awal
Ramadhan 1433 Hijriyah.
"Pembunuhan itu memang di luar akal sehat," katanya.
Menurutnya, seusai reses akan mengomunikasikan dengan anggota DPR
lainya untuk mengambil sikap terhadap apa yang terjadi di Myanmar.
"Walaupun tidak terkait dengan komisi saya, tetapi mereka yang berada
di Rudenim Tanjungpinang juga tanggung jawab saya karena berada dalam
daerah pemilihan saya," ujarnya.
Herlini sempat melakukan dialog dan menyumbangkan beberapa Al Quran
kepada Muslim Rohingya di Rudenim Pusat Tanjungpinang yang berjumlah
sebanyak 83 orang.
Menurut salah seorang imigran Yunus, mereka berada di Rudenim
Tanjungpinang sejak sepuluh bulan terakhir, setelah menyeberang dari
Malaysia.
"Kami di sini sudah sepuluh bulan, kami berharap bisa keluar dan
bekerja di Indonesia sambil menunggu penempatan ke negara ketiga oleh
pihak UNHCR," kata Yunus.
Yunus mengaku keluar dari Myanmar sejak 1994 dan tinggal di Malaysia kemudian ke Indonesia pada 2011.
"Kami bekerja di Malaysia tanpa kepastian, kami dengar di Indonesia
bisa bekerja di tempat-tempat tertentu dengan baik, sehingga kami
menyeberang ke sini," ujarnya.
Selain 83 orang imigran asal Myanmar, Rudenim Tanjungpinang juga
menampung ratusan imigran lainnya yang berasal dari Sri Lanka,
Afghanistan serta imigran asal negara lain dengan jumlah 348 orang.
0 comments:
Posting Komentar